Ada sebuah pertanyaan mendasar yang harus kita jawab terlebih dahulu. Anda tahu tentang manusia purba? Ya, manusia purba adalah mereka yang hidup dizaman “kegelapan”. Kegelapan disini bisa kita tafsirkan sebagai zaman tanpa sistem pemerintahan, tanpa sistem ekonomi, (atau secara radikal) zaman tanpa huruf dan tulisan.
Lakon kehidupan manusia di jagat bumi ini terbagi menjadi dua fase besar. Pertama, adalah fase yang kita kenal dengan pra-sejarah, dimana manusia masih hidup nomaden, merantau dari satu tanah ke tanah yang lain, atau gua satu ke gua yang lain. Spirit mereka hanyalah agar tetap eksis, betahan hidup dari kepunahan. Manusia pra-sejarah bagaikan hidup dalam awang-awang, kabur, gelap tak bertuan, karena tak satupun jejak mereka terekam dalam literatur.
Waktu terus berlalu dan datanglah masa dimana manusia mulai mengenal abjad, angka, dan huruf. Masa ini kita kenal sebagai masa sejarah. Inilah masa “renaissance” global pertama umat manusia di bidang keilmuan dan kebudayaan. Peristiwa demi peristiwa mulai dicatat, peradaban-peradaban yang ada mulai dibukukan, lembaran-lembaran historis mulai direkam.
Dunia menulis, dunia akademis
Ada sebuah korelasi yang kuat antara budaya tulis menulis dengan aktifitas pendidikan. Saya rasa tidak ada sebuah sistem pendidikan yang tidak menggunakan buku sebagai bahan ajarnya. Dan buku hanya bisa lahir karena adanya penulis. Berkenaan dengan pentingnya budaya menulis, bolehlah saya menyitir sebuah hadits marfu’yang diriwayatkan oleh ibnu ‘abdil bar: Qoyyidu al’ilma bi al-kitabi, ikatlah ilmu dengan tulisan. Dapat kita cermati, Selain sebagai aktualisasi diri, dalam konteks pembelajaran, menulis juga dapat memacu akselerasi tingkat pemahaman terhadap sebuah disiplin ilmu. Tapi amat disayangkan, walaupun ada tendensi kuat yang (katakanlah) me-mandzubkantulis-menulis, dewasa ini tingkat kesadaran untuk berkarya tulis dikalangan mahasiswa masih sangat-sangat rendah. Bukanya bermaksud untuk menggeneralisasi lho. Coba saja bandingkan dengan para Begawan ilmu abad pertengahan yang getol menulis dalam segala bidang. Tak jarang masterpiece mereka dijadikan acuan sampai sekarang, setelah sekian abad waktu berlalu.
Dunia menulis, dunia aktifis
Saya teringat perkataan mbah Pram (Pramoedya Ananta Toer) tentang motifasinya untuk menulis. Apa yang membikin beliau sangat produktif menelurkan karya tulis? Jawabannya: Menulis adalah perjuangan, perlawanan terhadap kesewenang-wenangan, serta salah satu bentuk kritik yang paling beradab. Sebuah jawaban yang layak diapresiasi dan ditanamkan dihati para pejuang kampus. Mengesampingkan fakta ke-antijawanisme-nan beliau, saya pribadi (walaupun orang jawa) merasa kagum ketika mengetahui karya-karya beliau dirima luas di lebih dari 40 negara. Kritik yang diapresiasi dunia, saya rasa begitu.
Mahasiswa adalah agent social of change . Kita mungkin sudah agak bosan mendengar jargon populer tersebut (mungkin lho). Ketika dinamika sosial berjalan timpang (atau ditimpangkan) oleh oknum penguasa, sudah menjadi kelaziman bagi mahasiswa untuk ikut menetralisir, urun rembug, atau (malah) sekedar ngompor-ngompori. Disitulah keanehan yang saya temui. Aktifis kampus lebih gandrung pada gerakan aksi langsung, baik dengan cara turun kejalan, atau demo-demo yang lebih rentan pada tindakan anarkisme. Bukankah lebih etis jikalau hal itu diimbangi dengan gerakan protes melalui media masa? Apalagi kalau ditunjang kualitas tulisan yang mampu membuat pembaca ‘trance’, maka segmen pendengar akan lebih luas dan kritikpun lebih mengena.
Kurang lengkap rasanya jikalau suatu permasalahan tidak menampilkan si kambing hitam. Saya rasa budaya visuallah yang turut bertanggungjawab atas terdegradasinya budaya tulis-menulis pada lingkungan mahasiswa. Entah gaya hidup hedonis, globalisasi, degradasi sosial dan kultural, itulah yang kini menjadi tantangan terbesar untuk kita takhlukan, atau setidaknya (agar) kita tak ‘tertakhlukkan’.
Tulisan adalah rekaman peristiwa, pengalaman, pengetahuan, ilmu serta pemikiran manusia. Tulisan dapat menembus ruang dan waktu. Artinya, tulisan dapat dibaca oleh orang yang berada di berbagai tempat pada waktu sekarang dan yang akan datang. Hebatnya lagi, tulisan dapat dibaca sekarang, sepuuluh tahun lagi, bahkan sampai kapanpun. Sampai sekarang masih banyak kita jumpai buku-buku yang ditulis berabad abad lampau dan masih dibaca dan dipraktikan dalam kehidupan masyarakat zaman sekarang. Karena itu, seandainya sekarang tidak ada yang mau menulis, lambat laun pengetahuan itu akan hilang dan generasi berikutnya akan kembali lagi kezaman prasejarah. So, bukankah menulis itu penting?!
*ini adalah artikel serius pertama gue.buat nglamar jadi crew SKM AMANAT IAIN WALISONGO. Langkah awal untuk belajar menulis.
*ini adalah artikel serius pertama gue.buat nglamar jadi crew SKM AMANAT IAIN WALISONGO. Langkah awal untuk belajar menulis.
Aku juga mau ngelamar skm amanat tapi tulisan saya tak sebagus dan sedalam anda
BalasHapuslha wong saya sendiri juga ndak jadi masuk SKM amanat :D galau pada detik2 akhir
Hapussemoga aja sukses bisa jadi kru SKM AMANAT IAIN WALISONGO ya mas :)
BalasHapuskalo belum berhasil coba lagi terus sampai berhasil, siapa tahu beda hari beda rejeki, hehehe :D