Pengertian dan Jenis Reksadana
UU Pasar Modal No.8 tahun 1995 Pasal 1 Ayat 27, menyatakan bahwa Reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi. Sementara menurut Manurung ( 2002 ) mendefinisikan Reksadana sebagai kumpulan dana dari masyarakat yang diinvestasikan pada saham, obligasi, deposito berjangka, pasar uang, dan sebagainya. Selain itu, dapat juga dinyatakan sebagai kumpulan dana dari sejumlah investor yang dikelola oleh manajer investasi untuk diinvestasikan ke dalam portofolio efek.
Reksadana bukanlah hal yang baru. Reksadana mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1995, dengan munculnya reksadana perseroan yang dibidani oleh PT. BDNI Reksadana.
Potensi reksadana masih terbuka lebar, karena sekarang ini baru sekitar 400.000 orang yang memiliki unit penyertaan reksadana. Total dana yang dikelola baru sekitar Rp 113 triliun ( akhir Desember 2004 ), sebelum turun lagi akhir September 2005 lalu menjadi sekitar Rp 33 triliun. Meski terjadi penurunan yang besar pada reksadana pendapatan tetap, jenis-jenis reksadana lain justru mengalami kenaikan, sehingga para manajer investasi tetap optimistis reksadana akan memiliki prospek bagus pada masa mendatang.
Reksadana dapat dibedakan berdasarkan bentuk hukum reksadana, sifat operasionalnya, dan jenis penempatan investasinya.
Ø Reksadana berdasarkan bentuk hukum
Di Indonesia, terdapat dua bentuk hukum reksadana, yaitu:
1. Reksadana berbentuk Perseroan Terbatas (PT Reksadana) merupakan suatu perusahaan (dalam hal ini perseroan terbatas) yang bergerak pada pengelolaan portofolio investasi pada surat-surat berharga yang tersedia di pasar investasi.
2. Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Reksadana KIK) yaitu kontrak yang dibuat antara manajer investasi dan Bank Kustodian yang juga mengikat pemegang unit penyertaan sebagai investor.
Ø Berdasarkan sifat operasional
1. Reksadana terbuka (open-end): menjual sahamnya melalui penawaran umum untuk seterusnya dicatatkan pada bursa efek. Investor tidak dapat menjual kembali saham yang dimilikinya kepada reksadana melainkan kepada investor lain melalui pasar bursa di mana harga jual belinya ditentukan oleh mekanisme bursa.
2. Reksadana tertutup (closed-end): menjual saham atau unit penyertaannya secara terus menerus sepanjang ada investor yang membeli. Tidak perlu dicatatkan di bursa efek dan harganya ditentukan didasarkan atas Nilai Aktiva Bersih (NAB) atau Net Asset Value (NAV) per saham yang dihitung oleh Bank Kustodian.
Ø Berdasarkan jenis investasi
1. Reksadana Pasar Uang (Money Market Funds/MMF) adalah reksadana yang melakukan investasi 100% pada efek pasar uang, yaitu efek-efek utang yang berjangka kurang dari satu tahun.
2. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds/FIF) merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurang kurangnya 80%dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat utang, seperti obligasi dan surat utang lainnya dan 20% dari dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada instrumen lainnya.
3. Reksadana Saham (Equity Funds/EF) merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurang kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat equitas dan 20% dari dana yang dikelola diinvestasikan pada instrumen lainnya. Memiliki tingkat risiko dan return yang lebih tinggi.
4. Reksadana Campuran (Balance Funds/BF) dapat melakukan investasinya baik pada efek utang maupun ekuitas dan porsi alokasi lebih fleksibel.
UU Pasar Modal No.8 tahun 1995 Pasal 1 Ayat 27, menyatakan bahwa Reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi. Sementara menurut Manurung ( 2002 ) mendefinisikan Reksadana sebagai kumpulan dana dari masyarakat yang diinvestasikan pada saham, obligasi, deposito berjangka, pasar uang, dan sebagainya. Selain itu, dapat juga dinyatakan sebagai kumpulan dana dari sejumlah investor yang dikelola oleh manajer investasi untuk diinvestasikan ke dalam portofolio efek.
Reksadana bukanlah hal yang baru. Reksadana mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1995, dengan munculnya reksadana perseroan yang dibidani oleh PT. BDNI Reksadana.
Potensi reksadana masih terbuka lebar, karena sekarang ini baru sekitar 400.000 orang yang memiliki unit penyertaan reksadana. Total dana yang dikelola baru sekitar Rp 113 triliun ( akhir Desember 2004 ), sebelum turun lagi akhir September 2005 lalu menjadi sekitar Rp 33 triliun. Meski terjadi penurunan yang besar pada reksadana pendapatan tetap, jenis-jenis reksadana lain justru mengalami kenaikan, sehingga para manajer investasi tetap optimistis reksadana akan memiliki prospek bagus pada masa mendatang.
Reksadana dapat dibedakan berdasarkan bentuk hukum reksadana, sifat operasionalnya, dan jenis penempatan investasinya.
Ø Reksadana berdasarkan bentuk hukum
Di Indonesia, terdapat dua bentuk hukum reksadana, yaitu:
1. Reksadana berbentuk Perseroan Terbatas (PT Reksadana) merupakan suatu perusahaan (dalam hal ini perseroan terbatas) yang bergerak pada pengelolaan portofolio investasi pada surat-surat berharga yang tersedia di pasar investasi.
2. Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Reksadana KIK) yaitu kontrak yang dibuat antara manajer investasi dan Bank Kustodian yang juga mengikat pemegang unit penyertaan sebagai investor.
Ø Berdasarkan sifat operasional
1. Reksadana terbuka (open-end): menjual sahamnya melalui penawaran umum untuk seterusnya dicatatkan pada bursa efek. Investor tidak dapat menjual kembali saham yang dimilikinya kepada reksadana melainkan kepada investor lain melalui pasar bursa di mana harga jual belinya ditentukan oleh mekanisme bursa.
2. Reksadana tertutup (closed-end): menjual saham atau unit penyertaannya secara terus menerus sepanjang ada investor yang membeli. Tidak perlu dicatatkan di bursa efek dan harganya ditentukan didasarkan atas Nilai Aktiva Bersih (NAB) atau Net Asset Value (NAV) per saham yang dihitung oleh Bank Kustodian.
Ø Berdasarkan jenis investasi
1. Reksadana Pasar Uang (Money Market Funds/MMF) adalah reksadana yang melakukan investasi 100% pada efek pasar uang, yaitu efek-efek utang yang berjangka kurang dari satu tahun.
2. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds/FIF) merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurang kurangnya 80%dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat utang, seperti obligasi dan surat utang lainnya dan 20% dari dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada instrumen lainnya.
3. Reksadana Saham (Equity Funds/EF) merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurang kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat equitas dan 20% dari dana yang dikelola diinvestasikan pada instrumen lainnya. Memiliki tingkat risiko dan return yang lebih tinggi.
4. Reksadana Campuran (Balance Funds/BF) dapat melakukan investasinya baik pada efek utang maupun ekuitas dan porsi alokasi lebih fleksibel.
Keuntungan dan Risiko Investasi Melalui Reksadana
Pada dasarnya setiap kegiatan investasi mengandung dua unsur, yaitu return dan risiko. Berikut keuntungan menginvestasikan dana melalui reksadana:
1. Tingkat likuiditas yang baik, yang dimaksud dengan likuiditas di sini adalah kemampuan untuk mengelola uang masuk dan keluar dari reksadana. Yang paling sesuai adalah reksadana untuk saham-saham yang telah dicatatkan di bursa dimana transaksi terjadi setiap hari, tidak seperti deposito berjangka atau sertifikat deposito periode tertentu.
2. Manajer profesional, reksadana dikelola oleh manajer investasi yang handal, ia mencari peluang investasi yang paling baik untuk reksadana tersebut.
3. Diversifikasi, investor tidak menempatkan seluruh dana di dalam satu peluang investasi, dengan maksud membagi risiko. Manajer investasi membagi memilih berbagai macam saham, sehingga kinerja satu saham tidak akan mempengaruhi keseluruhan kinerja reksadana.
4. Biaya Rendah, karena reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak investor sehingga besarnyakemampuan melakukan investasi akan menghasilkan biaya transaksi yang murah.
Di samping keuntungan-keuntungan yang akan didapatkan investor, terdapat juga beberapa risiko, diantaranya:
1. Risiko perubahan kondisi ekonomi dan politik, sistem ekonomi terbuka yang dianut oleh Indonesia sangat rentan terhadap perubahan ekonomi internasional.
2. Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan, nilai unit penyertaan dapat berfluktuasi akibat kenaikan atau penurunan NAB. Penurunan dapat disebabkan oleh perubahan harga efek ekuitas dan efek lainnya, serta biaya-biaya yang dikenakan setiap kali pemodal melakukan pembelian dan penjualan.
3. Risiko Wanprestasi oleh Pihak-pihak Terkait, terjadi apabila rekan usaha manajer investasi gagal memenuhi kewajibannya.
4. Risiko Likuiditas, penjualan kembali (pelunasan) tergantung kepada likuiditas dari kemampuan manajer investasi untuk membeli kembali (melunasi) dengan menyediakan uang tunai.
5. Risiko kehilangan Kesempatan Transaksi Investasi pada Pengajuan Klaim Asuransi, selama tenggang waktu penggantian kerusakan atau kehilangan atas surat-surat berharga dan aset reksadana yang disimpan di Bank Kustodian, manajer investasi tidak dapat melakukan transaksi investasi atas surat-surat berharga tersebut. Kehilangan kesempatan melakukan transaksi investasi ini dapat berpenaruh terhadap NAB per unit penyertaan.
Reksadana Syariah
Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2000 mendefinisikan reksadana syariah sebagai reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai milik harta manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
Fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2000 memuat antara lain:
Dalam reksadana konvensional masih terdapat unsur-unsur yang masih bertentangan dengan syariah baik dari segi akad, pelaksanaan investasi, maupun dari segi pembagian keuntungan.
·
Pada dasarnya setiap kegiatan investasi mengandung dua unsur, yaitu return dan risiko. Berikut keuntungan menginvestasikan dana melalui reksadana:
1. Tingkat likuiditas yang baik, yang dimaksud dengan likuiditas di sini adalah kemampuan untuk mengelola uang masuk dan keluar dari reksadana. Yang paling sesuai adalah reksadana untuk saham-saham yang telah dicatatkan di bursa dimana transaksi terjadi setiap hari, tidak seperti deposito berjangka atau sertifikat deposito periode tertentu.
2. Manajer profesional, reksadana dikelola oleh manajer investasi yang handal, ia mencari peluang investasi yang paling baik untuk reksadana tersebut.
3. Diversifikasi, investor tidak menempatkan seluruh dana di dalam satu peluang investasi, dengan maksud membagi risiko. Manajer investasi membagi memilih berbagai macam saham, sehingga kinerja satu saham tidak akan mempengaruhi keseluruhan kinerja reksadana.
4. Biaya Rendah, karena reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak investor sehingga besarnyakemampuan melakukan investasi akan menghasilkan biaya transaksi yang murah.
Di samping keuntungan-keuntungan yang akan didapatkan investor, terdapat juga beberapa risiko, diantaranya:
1. Risiko perubahan kondisi ekonomi dan politik, sistem ekonomi terbuka yang dianut oleh Indonesia sangat rentan terhadap perubahan ekonomi internasional.
2. Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan, nilai unit penyertaan dapat berfluktuasi akibat kenaikan atau penurunan NAB. Penurunan dapat disebabkan oleh perubahan harga efek ekuitas dan efek lainnya, serta biaya-biaya yang dikenakan setiap kali pemodal melakukan pembelian dan penjualan.
3. Risiko Wanprestasi oleh Pihak-pihak Terkait, terjadi apabila rekan usaha manajer investasi gagal memenuhi kewajibannya.
4. Risiko Likuiditas, penjualan kembali (pelunasan) tergantung kepada likuiditas dari kemampuan manajer investasi untuk membeli kembali (melunasi) dengan menyediakan uang tunai.
5. Risiko kehilangan Kesempatan Transaksi Investasi pada Pengajuan Klaim Asuransi, selama tenggang waktu penggantian kerusakan atau kehilangan atas surat-surat berharga dan aset reksadana yang disimpan di Bank Kustodian, manajer investasi tidak dapat melakukan transaksi investasi atas surat-surat berharga tersebut. Kehilangan kesempatan melakukan transaksi investasi ini dapat berpenaruh terhadap NAB per unit penyertaan.
Reksadana Syariah
Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2000 mendefinisikan reksadana syariah sebagai reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai milik harta manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
Fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2000 memuat antara lain:
Dalam reksadana konvensional masih terdapat unsur-unsur yang masih bertentangan dengan syariah baik dari segi akad, pelaksanaan investasi, maupun dari segi pembagian keuntungan.
·
Pada dasarnya investor dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Investor Konservatif: berhati-hati dalam memilih sarana investasi. Cenderung menanamkan investasi dengan keuntungan yang layak, tidak memiliki risiko besar karena filosofi investasi mereka adalah menghindari risiko.
2. Investor Moderat: investor berani dalam mengambil risiko yang lebih tinggi daripada investor konservatif. Sangat berhati-hati dan memiliki banyak pertimbangan dalam memilih sarana investasi, serta membatasi jumlah dana investasinya yang akan dialokasikan ke dalam instrumen yang berisiko.
3. Investor Agresif: dikategorikan sebagai “Risk taker”. Mereka sangat teliti dalam menganalisis portofolio yang dimiliki. Berinvestasi dengan rentang waktu relatif pendek karena mengharapkan adanya keuntungan yang besar dalam waktu singkat.
1. Investor Konservatif: berhati-hati dalam memilih sarana investasi. Cenderung menanamkan investasi dengan keuntungan yang layak, tidak memiliki risiko besar karena filosofi investasi mereka adalah menghindari risiko.
2. Investor Moderat: investor berani dalam mengambil risiko yang lebih tinggi daripada investor konservatif. Sangat berhati-hati dan memiliki banyak pertimbangan dalam memilih sarana investasi, serta membatasi jumlah dana investasinya yang akan dialokasikan ke dalam instrumen yang berisiko.
3. Investor Agresif: dikategorikan sebagai “Risk taker”. Mereka sangat teliti dalam menganalisis portofolio yang dimiliki. Berinvestasi dengan rentang waktu relatif pendek karena mengharapkan adanya keuntungan yang besar dalam waktu singkat.
0 Komentar