Larangan Jual Beli Ijon

       Dalam kehidupan manusia, jual beli merupakan kebutuhan yang tidak mungkin ditinggalkan. Manusia tidak dapat hidup tanpa adanya jual beli. Jual beli juga merupakan sarana tolong menolong antara sesama manusia, sehingga islam menetapkan kebolehannya. Allah SWT berfirman: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)
 
       Sejalan dengan perkembangan zaman, persoalan jual beli yang terjadi dalam masyarakat semakin luas, salah satunya adalah praktek jual beli ijon. Jual beli ijon merupakan jual beli tanaman, buah-buahan atau biji-bijian yang belum siap untuk dipanen. Praktek ini bukan hanya terjadi pada saat ini, tetapi sudah ada pada zaman rasulullah. Permasalahan ijon ini secara hukum sudah tertera jelas hukumnya.
Rasulullah saw bersabda: “janganlah kamu memperjual belikan buah-buahan yang belum nyata baiknya” (HR. Ahmad dan Muslim)
 
       Akan tatapi jual beli ijon ini masih sangat kerap kita temui pada masyarakat pedesaan. Prak    tek seperti ini lebih banyak berlaku pada buah-buahan, sedangkan untuk biji-bijian dan tanaman lain jarang terjadi.


A.    Pengertian ijon

       Ijon atau dalam bahasa Arab dinamakan mukhadlaroh, yaitu memperjual belikan buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau. Ijon juga dinamakan muhaqalah yaitu menjual hasil pertanian sebelum tampak atau menjualnya ketika masih kecil.
Pada dasarnya jual beli buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau atau bisa dikatakan belum nyata baiknya adalah satu diantara hal-hal yang terlarang untuk diperjualbelikan. Larangan tersebut dimaksudan untuk mencegah terjadinya kerugian, penyesalan, kekecewaan dan pertengkaran antara penjual dan pembeli. Kegiatan jual beli merupakan sarana tolong menolong sehingga sangat disayangkan jika kegiatan jualbeli menyebabkan perselisihan karena melakukan jual beli secara ijon.

B.    Pendapat para fuqaha

       Para ulama berpendapat bahwa jual beli buah-buahan dan biji-bijian yang masih hijau atau masih kecil diperbolehkan dengan syarat buah-buahan dan biji-bijian tersebut langsung dipetik tanpa menunggu matang dipohon. Hal ini didasarkan hadits nabi yang melarang menjual buah-buahan sehingga tampak jelas kebaikannya. Para ulama tidak mengartikan larangan kepada kemutlakannya, yakni larangan jual beli sebelum bercahaya atau matang.

       Kebanyakan ulama bependapat bahwa makna larangan tersebut adalah menjualnya dengan syarat tetap di pohon hingga bercahaya atau matang. Jumhur (Malikiyah, Syafi’iyah, dan  Hanabilah) berpendapat, jika buah tersebut belum layak petik, maka apabila disyaratkan harus segera dipetik sah. Karena menurut mereka sesungguhnya yang menjadi halangan keabsahannya adalah gugurnya buah atau adanya serangan hama terhadap buah tersebut. Kehawatiran ini tidak akan terjadi jika buah tersebut segera dipetik. Sedangkan jual beli yang belum pantas (masih hijau) secara mutlak tanpa persyaratan apapun adalah batal.

       Pendapat-pendapat tersebut berlaku pula untuk tanaman lainyang diperjualbelikan secara ijon, seperti halnya yang biasa terjadi pada masyarakat yaitu penjualan padi yang belum nyata keras dan dipetik atau tetap dipohon.

     Tapi pendapat-pendapat tersebut tidak berlaku untuk buah atau tanaman yang memeang bisa dimanfaatkan atau dimakan ketika masih hijau, seperti: jagung, mangga, pepaya dan buah lain yang massanya dipetiksesudah matang, tetapi bisa juga dipetik waktu masih muda untuk dinikmati dengan cara-cara tertentu. Jika buah ini memang dimaksudkan dengan jelas untuk dimakan selagi masih muda, maka tidak mengandung pertengkaran dikemudian hari, serta tidak mengakibatkan resiko, sehingga tidak memakan harta orang lain dengan cara bathil, hukumnya sama dengan buah yang sudah nampak baiknya atau sudah matang.

C.    Hikmah larangan jual beli ijon
 
      Adanya larangan menjual buah yang belum nyata baiknya karena adanya hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit r.a adalah pada zaman rasulullah saw ada orang yang melakukan jual beli buah-buahan yang belum nampak baiknya. Dan pada saat tibanya pemutusan perkara mereka, maka berkatalah si pembeli: “masa telah menimpa buah-buahan, maka menimpanya juga apa yang merusaknya”. Mereka menyebutkan cacat-cacat berupa kotoran dan penyakit. Ketika mereka semakin banyak bertengkar dihadapan nabi saw, kemudian nabi saw bersabda: “janganlah kamu menjual kurma sehingga nampak kebaikannya (matang)”.
 
       Dari keterangan di atas, maka hikmah yang dapat diambil dari larangan jual beli ijon adalah:
1.    Mencegah timbulnya pertengkaran akibat kesamaran.
2.    Melindungi pihak pembeli, jangan sampai mengalami kerugian akibat pembelian buah-buahan yang rusak sebelum matang.
3.    Memelihara pihak penjual, jangan sampai memakan harta orang lain dengan cara bathil.
4.    Menghindarkan penyesalan dan kekecewaan pada pihak penjual jika buah muda yang dijualnya dengan harga murah itu memberikan keuntungan besar kepada pembeli setelah buah itu matang dengan sempurna.
Previous
Next Post »
0 Komentar