Manajemen Resiko Pada Reasuransi Syariah



       I.            Pendahuluan

Reasuransi adalah istilah yang digunakan saat satu perusahaan asuransi melindungi dirinya terhadap resiko asuransi dengan memanfaatkan jasa dari perusahaan asuransi lain. Terdapat banyak alasan yang menyebabkan perusahaan asuransi melakukan reasuransi. Pembagian resiko adalah salah satu alasan reasuransi.

 Jika perusahaan asuransi berpendapat bahwa nilai asuransi suatu premi lebih besar daripada nilai yang dapat ditanggungnya, maka ia dapat membagi resiko yang dihadapinya dengan mengasuransikan kembali sebagian nilai itu pada perusahaan reasuransi ( pada dasarnya hal ini mirip dengan tidakan hedging pada industri keuangan lainnya ). Dengan dilakukannya reasuransi ini, pada dasarnya
perusahaan asuransi telah melakukan perlindungan terhadap kestabilan tingkat pendapatannya karena reasuransi telah melindunginya dari potensi kerugian yang besar. Alasan lain adalah untuk mendapatkan keuntungan sebagai perantara dengan mengasuransikan kembali pada perusahaan reasuransi dengan premi yang lebih rendah daripada tingkat premi yang dikenakan perusahaan asuransi itu sendiri pada pelanggannya.

Reasuransi Syariah di Indonesia sudah mulai tumbuh dan berkembang, yang ditandai dengan penambahan beberapa perusahaan Reasuransi baik dari Nasional maupun dari Internasional (ASEAN), untuk mendukung dan membantu mekanisme dan kegiatan transfer of risk dari perusahaan asuransi syariah. Asuransi Syariah merupakan salah satu industri syariah yang mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia. Perkembangan industri syariah ini dimulai sejak tahun 1994, yang dipelopori oleh PT Asuransi Takaful Keluarga.



    II.            Rumusan Masalah

1.      Pengertian Reasuransi

2.      Resiko dan Cara Mengendalikan Resiko Pada Reasuransi Syariah





 III.            Pembahasan

1.      Pengertian Reasuransi

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.

Sedangkan peranan reasuransi ini dinyatakan dengan tegas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian bahwa setiap penutupan asuransi yang jumlah uang pertanggungannya melebihi retensi sendiri harus memperoleh dukungan reasuransi.

Peranan reasuransi ini makin dipertegas dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 224/KMK.017/1993 tentang kesehtaan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi bahwa dukungan reasuransi pada perusahaan asuransi harus berdasarkan reasuransi treaty dan baru dukungan reasuransi fakultatif apabila dukungan reasuransi treaty telah tidak mencukupi serta sekurang-kurangnya perusahaan asuransi mendapat dukungan reasuransi dari satu perusahaan reasuransi dan satu perusahaan asuransi didalam negeri.

Untuk lebih jelasnya mari kita lihat pengertian reasuransi versi lain oleh beberapa pakar ahli :

1. GF. Michelbacher

Dalam bukunya yang berjudul Multiple Line Insurance , G.F. Michelbacher membuat rumusan pengertian reasuransi sebagai berikut : “ The process whereby one insurer arranges with one or more other insurers to share risk is reinsurance “ (proses dengan mana satu penanggung mengatur dengan satu atau lebih penanggung lainnya untuk membagi risiko disebut reasuransi / pertanggungan ulang).

Dari rumusan tersebut Michelbacher mengartikan reasuransi sebagai suatu proses yang dimana satu penanggung mengatur dengan satu atau lebih penanggung lainnya dengan tujuan untuk membagi risiko.

2. Mollengraaf

Mollengraaf menyatakan reasuransi adalah persetujuan yang dilaksanakan oleh suatu penanggung dengan penanggung lainnya yang dinamakan sebagai penanggung ulang ( reasuradur ), dalam persetujuan mana pihak kedua dengan menerima premi yang ditentukan terlebih dahulu bersedia memberikan penggantian kepada pihak pertama, mengenai penggantian kerugian yang pihak pertama wajib membayarnya kepada tertanggung akibat dari suatu pertanggungan yang diadakan antara pihak pertama dan tertanggung.

3. R. C. REINARZ

“ Reasuransi adalah akseptasi oleh suatu penaggung yang dikenal sebagai reasuradur / penaggung ulang atas semua atau sebagian risiko kerugian dari penanggung lainnya yang disebut pemberi sesi (ceding company) ”.

Sejalan dengan konsep reasuransi yang bersifat konvensional, reasuransi syariah juga beroperasi untuk melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah perusahaan asuransi syariah melalui investasi dalam bentuk tabarrru’yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai syariah. Akad yang sesuai syariah yang dimaksud di sini adalah yang tidak mengandung gharar ( penipuan ), maysir ( perjudian ), riba, zulm ( penganiayaan ), risywah ( suap ), barang haram dan maksiat.                          

Sementara itu, praktik yang berlaku di industri asuransi dan reasuransi yang bersifat konvensional tidak memandang hal tersebut sebagai suatu konsep utama yang harus dipatuhi dalam kegiatan operasionalnya. Hal inilah faktor paling krusial yang membedakan konsep reasuransi syariah dengan reasuransi konvensional.





2.      Resiko dan Cara Mengendalikan Resiko Pada Reasuransi Syariah

Reasuransi syariah merupakan pengembangan dari industri asuransi syariah yang memiliki tujuan yang sama dengan asuransi syariah, yaitu untuk menciptaan kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat, dimana satu pihak bertindak sebagai penanggung beban kerugian (insurer) yang memungkinkan akan menimpa pihak yang tertanggung (insured/policy holder). Pihak insurer dalam konteks asuransi syariah adalah perusahaan asuransi syariah itu sendiri, sedangkan pihak insured adalah individu pemegang polis. Dalam konteks reasuransi syariah, pihak insurer dalam konteks reasuransi syariah adalah perusahaan reasuransi syariah, sedangkan pihak insured adalah perusahaan asuransi syariah.

Mekanisme kerja ini terbentuk karena didorong oleh ruang lingkup kerja perusahaan asuransi yang berusaha untuk mengontrol dan mengatur manajemen risikoserta return dari ketidakpastian di masa yang akan datang. Risiko selalu melibatkan dua istilah, yaitu ketidakpastian dan kerugian, entah kerugian fisik maupun finansial. Yang pasti, tidak ada seorangpun atau satu perusahaan pun yang mengharapkan kerugian.

Perusahaan asuransi akan menerima klaim pertangungan dari para nasabahnya pada waktu yang tak terkirakan sebelumnya, sehingga hal ini akan memberikan konsekuensi kepada perusahaan untuk menentukan besarnya tingkat retensi yang harus ditetapkan. Sehingga, ketika perusahaan berupaya untuk meminimalisir jumlah kerugian dari suatu klaim, maka perusahaan akan mengambil suatu jumlah tertentu sebagai jaminan atas risiko yang ditanggung, jumlah inilah yang disebut dengan retensi.

Penetapan retensi perusahaan akan selalu dievaluasi secara komprehensif dan berkesinambungan, karena kesalahan dalam menetapkan batas retensi akan mengakibatkan terganggunya kondisi keuangan perusahaan asuransi tersebut. Sehingga apabila batas retensi yang telah ditetapkan ternyata lebih rendah dari klaim yang harus dibayarkan, maka perusahaan akan menghadapi risiko default, yaitu perusahaan tidak mampu menutup klaim yang diajukan oleh anggota secara penuh. Apabila hal tersebut terjadi, maka terdapat dua pihak yang mengalami kerugian, yaitu : Pertama, nasabah yang mengalami musibah karena tidak mendapatkan ganti rugi secara penuh sebagaimana yang telah disepakati; Kedua, perusahaan asuransi syariah itu sendiri pun selanjutnya dinilai tidak amanah dalam menjalankan tugasnya. Sehingga nasabah yang lain akan menarik diri dari kepesertaan, yang kemudian akan berpindah ke perusahaan asuransi lain yang menurut para nasabah memiliki pengelolaan resiko yang lebih baik dan amanah.

Keterbatasan kemampuan dari perusahaan-perusahaan asuransi itulah yang pada akhirnya mendorong kebutuhan akan adanya perusahaan reasuransi. Melalui mekanisme reasuransi ini tercipta saling pikul risiko, dimana perusahaan asuransi mengasuransikan kembali kelolaan premi dari para anggotanya kepada perusahaan reasuransi. Perusahaan asuransi membagi atau menyebarkan sebagian portofolio risiko premi asuransi kepada perusahaan

Kontrak atau akad pembagian risiko ini menjadi kebijakan perusahaan seutuhnya, yang dilakukannya dengan perusahaan reasuransi, sehingga tidak menuntut keterlibatan anggota di dalamnya. Karena itu, potensi risk dan return yang meliputi kontrak tersebut, menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi. Kendati demikian, pengaturan soal ini tentunya harus dinyatakan secara tegas sebelumnya dalam kontrak antara anggota dan perusahaan asuransi, bahwa perusahaan asuransi diperkenankan mengadakan kontrak dengan perusahaan reasuransi tanpa persetujuan anggota, sepanjang tujuannya adalah untuk melindungi perusahaan asuransi dan para anggotanya.

Salah satu alasan suatu perusahaan asuransi mengambil kebijakan untuk mengalihkan atau menyebarkan kembali risiko-risiko yang diterimanya kepada perusahaan reasuransi, tak lain, adalah untuk menghindari suatu kerugian finansial yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena jumlah atau total uang klaim yang terjadi ternyata melebihi perkiraan yang diharapkan, sehingga melebihi kemampuan perusahaan asuransi dalam membayarnya.

Perusahaan asuransi pasti akan mereasuransikan sebagian risiko tersebut kepada perusahaan reasuransi, apabila biayanya lebih tinggi dibanding dengan yang dibebankan oleh perusahaan reasuransi. Sehingga, jika terdapat suatu pertanggungan yang memiliki expected loss lebih tinggi daripada yang diperkirakan perusahaan, maka perusahaan akan melakukan reasuransi. resiko tersebut. Kemampuan perusahaan asuransi itu sendiri untuk menanggung risiko dari suatu pertanggungan itulah yang dimasud dengen batas retensi. Berdasarkan hal tersebut, batas retensijuga merupakan batas maksimum total uang klaim yang akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Jika total klaim yang terjadi melebihi batas retensi tersebut, maka perusahaan reasuransi akan menanggung kekurangannya (Noor Fuad, 2004).

Sula (2004) menyatakan bahwa jika ditinjau dari aspek teknis, tujuan reasuransi syariah (retakaful) adalah memang untuk mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterima perusahan asuransi dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada perusahaan reasuransi sebagai penanggung lain. Dengan pertanggungan ulang ini, penanggung pertama dapat mengurangi atau memperkecil risiko-risiko yang diterimanya dari sisi kerugian materil. Dalam konteks asuransi dan reasuransi syariah, sesuai dengan fatwa DSN NO: 53/DSN-MUI/III/2006, aktivitas ini dilakukan berdasarkan akad tabarru’. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.

Menurut Jenri (2007) hubungan antara asuransi dan reasuransi adalah mutual relationship, yang tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Asuransi akan sulit berkembang tanpa reasuransi, sebaliknya reasuransi tidak pernah ada tanpa asuransi. Hubungan keduanya dinyatakan dalam bentuk kerjasama treatyyaitu perjanjian bisnis yang mengikat kedua pihak di mana reasuransi memberikan kapasitas otomatis kepada asuransi dan sebaliknya asuransi wajib mensesikan portfolionya sesuai syarat-syarat yang disepakati keduanya.

Sedangkan kerjasamanya fakultative, merupakan bentuk kerjasama pilihan, yang sifatnya tidak wajib dalam memberikan dukungan reasuransinya. Dalam kedua bentuk kerjasama tersebut, didasarkan pada proses underwritingyang prudent. Ini berarti tidak seluruh portofolio penutupan asuransi syariah, akan mendapat backup dari reasuransi syariah. Karena melalui proses underwritingdi reasuransi syariah, akan melakukan klasifikasi dan seleksi risiko yang ditawarkannya, dan risiko yang baik saja yang akan mendapat dukungan reasuransi, atau dukungannya tidak maksimal, seiring dengan kualitas risikonya (Kasir, 2000).

Diterapkannya prinsip tabarru’ (tolong menolong) akan mendorong para peserta asuransi syariah saling membantu peserta lainnya yang tertimpa musibah, sehingga perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai pengelola dana peserta asuransi syariah tersebut. Begitupun halnya dengan hubungan antara perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi. Dalam skim investasi, maka dana peserta asuransi syariah hanya dapat ditanamkan kepada investasi-investasi yang halal saja. Perbedaan operasional ini tentu saja mengakibatkan perbedaan dalam perhitungan premi dan pemberian return. Perbedaan ini seharusnya dapat dipahami oleh para peserta asuransi syariah.

 IV.            Kesimpulan

            Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.

            Reasuransi syariah merupakan pengembangan dari industri asuransi syariah yang memiliki tujuan yang sama dengan asuransi syariah, yaitu untuk menciptaan kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat, dimana satu pihak bertindak sebagai penanggung beban kerugian (insurer) yang memungkinkan akan menimpa pihak yang tertanggung (insured/policy holder). Pihak insurerdalam konteks asuransi syariah adalah perusahaan asuransi syariah itu sendiri, sedangkan pihak insured adalah individu pemegang polis. Dalam konteks reasuransi syariah, pihak insurer dalam konteks reasuransi syariah adalah perusahaan reasuransi syariah, sedangkan pihak insured adalah perusahaan asuransi syariah.



    V.            Penutup

Demikianlah makalah yang dapat kami susun, kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesempurnaan sebagaimana yang kami harapkan pula, namun sebagai wujud pertanggung jawaban semaksimal mungkin telah kami laksanakan untuk mengerjakan makalah yang berjudul Manajemen Resiko Pada Reasuransi Syariah, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari para pembaca sebagai sarana perbaikan makalah kami selanjutnya.



 VI.            Daftar Pustaka
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/prihantoro/2008/11/25/reasuransi syariah/
http://orin-oyien.blogspot.com/2011/11/syariah.html

Previous
Next Post »
0 Komentar